Kamis, 02 Desember 2010

Si Pemburu SKP

Opini

Buletin Khlorofil Edisi ke-3 Bulan Agustus 2010



Teks : A.A. Ismail H. Pulungan*

Gambar : Komang Adi Mahartha


“SKP seakan menjadi bensin bernilai oktan tinggi bagi niat mahasiswa untuk datang dan mengikuti kegiatan..”

Sejak keluarnya Surat Keputusan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana nomor 1923/J14.1.23/KM.02.08/2006, dengan resmi FP UNUD memberlakukan sistem Satuan Kredit Partisipasi (SKP). Hal ini berarti bahwa setiap mahasiswa FP( mulai angkatan 2006) mau tidak mau, suka tidak suka harus mengumpulkan 28 SKP sebagai syarat agar dapat menyelesaikan studinya. Pemberlakuan ini memiliki maksud untuk mewujudkan dan menumbuhkembangkan kegiatan yang dilakukan dengan penuh kesadaran, terencana, terarah, dan bertanggung jawab. Untuk mengembangkan sikap kepri badian dan pengetahuan, keterampilan serta seni mahasiswa sebagai masyarakat ilmiah untuk dapat mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional.


Dengan pemberlakuan SKP, setiap acara yang dilakukan di dalam lingkungan FP dapat dikategorikan tidak terlalu sepi. Mengingat sekian banyaknya kegiatan mahasiswa yang ada, mengumpulkan 28 SKP bukanlah hal yang mustahil. Hal yang terpenting bukanlah terlengkapi jumlah SKP tersebut, melainkan bagaimana maksud dan tujuan pemberlakuan SKP tersebut dapat tercapai. Namun, tidak ada yang dapat menggaransi bahwa kesadaran dan keinginan untuk mengembangkan diri yang menjadi motivasi mahasiswa untuk datang. SKP seakan menjadi bensin bernilai oktan tinggi bagi niat mahasiswa untuk datang dan mengikuti kegiatan yang ada. SKP seakan menjadi gaji yang dinanti-nanti untuk setiap jerih payah yang dilakukan, seakan tidak ada loyalitas dan rasa tanggung jawab moral sebagai mahasiswa.



Mahasiswa 1 : “Entar ada acara seminar karya tulis, datang ya, Dik!”

Mahasiswa 2 : “Ada SKP-nya ga, Kak?”


Seperti itulah penggalan percakapan yang sering terjadi di kampus FP. Famplet-famplet kegiatan pun tertera tulisan “Full SKP” yang dibuat semenarik mungkin untuk menarik minat mahaiswa membacanya. Bahkan untuk kegiatan kerja bhakti membersihkan kampus untuk kenyamanan kita sendiri pun harus dengan iming-iming SKP. SKP menjadi hal terpenting, tujuan utama sebagian besar dari kita saat ini.


Mari kita ingat kembali kawan-kawan apa yang menjadi tujuan kita datang ke kampus sebagai seorang mahasiswa. Sudah seharusnya kita peduli pada kegiatan-kegiatan yang ada, karena itulah milik kita. Cukupkah bagi kawan-kawan setelah berpeluh keringat mengikuti kegiatan hanya mendapat sebuah SKP saja? Datang ke kampus hanya untuk merasakan indahnya detik-detik menjelang pulang ke rumah atau kos kita masing-masing tanpa peduli hal lain di kampus. Ada kesempatan, mari kita gunakan untuk mengembangkan wawasan menjadi pribadi lebih baik. Bukan Karena SKP!



*Mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi FP UNUD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar